Kita dikagetkan dengan viralnya surat edaran dari induk organisasi persyarikatan Muhammadiyah ihwal pengalihan dana warga Muhammadiyah yang disimpan pada Bank Syariah Indonesia (BSI) Dana tidak sedikit. Cukup banyak dana Muhammadiyah disimpan dalam rekening bank tersebut hingga belasan triliun.
Mengentak jagat media maya, banyak pihak bertanya-tanya kenapa ini terjadi hingga harus memindahkan dana persyarikatan melalui berbagai amal usahanya untuk segera dipindahkan. Ada apa di balik kebijakan tersebut? Padahal, belum lama Muhammadiyah bekerjasama dengan BSI.
Tanda tanya tersebut ramai dibahas dan saling tanya satu dengan yang lainya, bahkan sampai muncul syak wasangka terhadap kebijakan BSI yang dianggap tidak memberi ruang dan kesempatan serta kenyamanan pada organisasi yang selama ini banyak memberi kepercayaan penuh dananya disimpan untuk dikelola oleh manajemen perbankan syariah tersebut.
Tak tanggung-tanggung, jumlah dana yang dikelola dan diputar oleh BSI bukan jumlah sedikit. Maka dengan sikap Muhammadiyah beberapa hari ini sangat memukul tim direksi dan manajemen dari pusat hingga kantor kas-kas tersebar diseluruh Indonesia.
Sikap yang ditunjukan persyarikatan Muhammadiyah mengenai instruksi pengalihan dana tidak menyalahi aturan apapun. Sikap tersebut adalah hak bagi Muhammadiyah untuk menyimpan atau menarik kembali dananya kapanpun. Dan itu hak pemilik untuk mengambil dan menyimpan di mana pun tempatnya.
Terkait viralnya surat edaran, itu harus ada penelusuran yang pasti dan objektif yang menjadi alasannya. Tidak mungkin kebijakan dikeluarkan menjadi keputusan organisasi apabila tidak ada alasan dan persoalan yang dihadapi cukup signifikan. Spekulasi pendapat pun berkeliaran di internal organisasi warga persyarikatan.
Dugaan dan prasangka muncul dalam diskusi kecil, kenapa persyarikatan mengambil sikap demikian sehingga membuat publik kaget dan terperangah?
Hal yang wajar dan rasional, saat dana milik persyarikatan disimpan dalam lembaga perbankan tertentu untuk dapat ikut mengawasi dan monitoring secara langsung maupun tidak langsung. Apalagi jumlah dana tidak sedikit, bagi perbankan yang belum berkelas dunia akan mengalami stabilitas neracanya. Terlebih perbankan belum stabil kondisi neraca keuangan akan mengalami turbulensi keras terhadap cash flow bisnisnya.
Dalam konteks BSI, sejak saat terjadi penggabungan dari tiga bank syariah milik negara tersebut, sebenarnya mengalami peningkatan stabilitas neraca keuangan cukup signifikan. Akan tetapi, kestabilan tersebut sebaiknya pihak berwenang terhadap eksistensi manajemen perbankan harus banyak melibatkan stakeholder yang menjadi mitra taktis dan strategis perbankan tersebut secara langsung maupun tidak langsung.
Selama ini perbankan memiliki tradisi menawarkan produk dan menjualnya kepada konsumen yang potensial, sehingga meningkatkan jumlah dana yang dihimpun untuk dapat dikelola. Hanya, sesaat setelah terhimpun dan masuk brangkas, tidak disadari kadang sering terjadi rasa kepekaan dan kepedulian pihak perbankan tiba-tiba hilang tenggelam, merasa cukup dengan report debet dan kredit muncul dalam notifikasi.
Sangat mungkin, viralnya kebijakan persyarikatan menginstruksikan mengalihkan dana yang semula tersimpan cukup banyak di BSI harus dipindah ke perbankan lain. Jelas dan tegas yang tertulis dalam surat edaran perbankan mana saja dana yang harus dipindahkan.
Sebaiknya pihak BSI sadar betul dan berintrospeksi diri. Selama ini kebaikan Muhammadiyah diam tak bicara jangan dianggap tidak melihat, mendengar dan merasakan kebijakan hasil RUPS yang sangat tidak memiliki kepekaan dan tahu diri.
Sangat rasional dan seharusnya, pihak BSI memberi ruang dan tempat strategis kepada Muhammadiyah yang selama ini dananya trilunan rupiah dihimpun dan dikelola, pantas dan patut diberikan pengahargaan masuk dalam pemegang kebijakan untuk ikut mengontrol dan mengawasi dananya cukup banyak yang dikelola.
Menarik dicermati, keretakan hubungan BSI dengan persyarikatan Muhammadiyah sangat yakin akibat perilaku pemegang kebijakan elite puncak BSI yang tidak peka, tidak tahu diri, dan tidak paham balas budi terhadap Muhammadiyah. Diamnya Muhammadiyah jangan dianggap tidak memiliki keberanian untuk bersikap tegas, etika, dan moral masih dikedepankan.
Namun, sekiranya pihak BSI dalam berkerjasama tidak memiliki sikap bijak dan terkesan meremehkan keberadaan jumlah dana Muhammadiyah. Jangan salahkan saat ini keluar keputusan organisasi untuk menarik dananya yang tersimpan. Sudah tepat ada keputusan tersebut, tidak ada alasan BSI untuk menahan dana Muhammadiyah ditarik kembali dan dipindahkan keperbankan syari’ah lainnnya yang lebih menghargai dan menghormati keberadaan Muhammadiyah.
Tidak harus ragu dan bimbang bagi Muhammadiyah untuk menarik dananya dari BSI. Itu adalah hak pemilik kapanpun menarik semua dana yang tersimpan. Muhammadiyah bukan organisasi kemarin sore. Sejarah panjang yang menapaki bangsa dan negara ini menjadi pelopor kebangsaan dan keumatan untuk mengawal kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Hal wajar, sikap tegas Muhammadiyah hari ini memberi pelajaran berharga kepada siapapun yang bekerjasama namun tidak ada sikap timbal balik yang arif dan bijak, maka akan ada konsekuensi yang terukur untuk tetap pada sikap yang diambil. Terlepas semua ini dianggap suatu manuver politik atau pun tidak, bagi Muhammadiyah yang sudah cukup mandiri tidak harus tawar-menawar pragmatis sesaat.
Pelajaran berharga ini menjadi catatan, baik internal Muhammadiyah maupun eksternal institusi persyarikatan Muhammadiyah. Kolaborasi dengan pihak manapun harus tegas dan jelas, apa yang harus menjadi positioning terbaik untuk keberlangsungan persyarikatan secara organisasi maupun kegiatan-kegiatan amal usaha yang dijalankan.
Sangat yakin, para pihak dan stakeholder yang berkepentingan harus menyadari akan eksistensi Muhammadiyah pembangunan bangsa dalam dunia ekonomi dan kesejahteraan. Silakan pihak BSI mencoba untuk tidak berkolaborasi strategis dengan Muhammadiyah, agar dapat merasakan bagaimana penting dan tidaknya bersyarikat dengan mitra-mitra strategis.
Muhammadiyah dengan sikap tegasnya menunjukan kedewasaan dan kemandirian, mohon kiranya untuk tidak tawar menawar kembali karena tawaran yang tidak strategis. Percaya sekali, sikap tersebut bukan semata-mata bentuk positioning tawar kepada pihak BSI, melainkan bentuk kebebasan dan kedaulatan persyarikatan Muhammadiyah dalam berorganisasi.
Catatan kecil ini bentuk kepedulian sebagai warga persyarikatan semata, sependek yang diketahui dan difahami selama ini persyarikatan Muhammadiyah senantiasa mengedepankan sikap arif dan bijak.
Namun, manakala sikap kearifan itu terkesan diremehkan dan diabaikan tanpa alasan jelas dan rasional, tampaknya persyarikatan Muhammadiyah karena memiliki marwah sebagai organisasi sangat besar dan memiliki jam terbang berkelas dunia.
Sikap apapun yang diambil sudah dipersiapkan resiko dan konsekuensinya sehingga wajar secara sosio-politis menyikapi dinamika dunia perbankan, khususnya dengan pihak BSI baru-baru ini harus bersikap tegas apabila pihak-pihak terkait tidak ada niat baik untuk saling berkolaborasi strategis.
Alhamdulillah ala kulli hal, setiap keputusan menjadi kebijakan yang harus dijalankan adalah bagian dari ikhtiar kebaikan akan amanah yang diberikan. Wallahu’alam.
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
(Source:Klikmu.co)