Padang – Di balik keindahan alam dan kekayaan budayanya, Sumatera Barat menyimpan luka mendalam. Jeritan perempuan dan anak menggema, menentang maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang kian merajalela. Dalam kurun tujuh bulan pertama tahun 2024, berbagai daerah di Ranah Minang dirundung tragedi kemanusiaan ini.
Kasus demi kasus bagaikan puncak gunung es, menguak realita pahit yang selama ini tersembunyi. Seorang ayah di Padang Pariaman tega menggerogoti kesucian anak kandungnya, seorang sopir travel di Payakumbuh memperkosa penumpangnya, dan paman di Pariaman mencabuli keponakannya. Di Pesisir Selatan, seorang ayah tega melampiaskan nafsu bejatnya pada anak belita yang tak berdosa.
Tragedi ini tak berhenti di situ. Mei lalu, seorang guru SD di Padang Pariaman tega mencoreng profesinya dengan memerkosa muridnya. Dan di awal tahun, oknum anggota DPRD Solok terjerat kasus pemerkosaan. Masih banyak lagi kisah pilu lainnya yang terukir dalam lembaran kelam Ranah Minang.
Setiap kasus meninggalkan luka mendalam bagi korban, baik fisik maupun psikis. Trauma ini dapat membayangi kehidupan mereka di masa depan. Parahnya, pelaku tak jarang adalah orang-orang terdekat, seperti ayah, ayah tiri, paman, dan bahkan guru. Kepercayaan yang dikhianati ini menambah rasa sakit dan trauma bagi korban.
Perempuan dan anak, yang seharusnya dilindungi dan dihormati, justru menjadi mangsa nafsu bejat para pelaku. Kejahatan ini tak hanya mencederai fisik dan mental korban, tetapi juga merusak nilai-nilai kemanusiaan dan mencoreng nama baik Ranah Minang.
Kasus-kasus ini menjadi tamparan keras bagi kita semua. Kita tak boleh tinggal diam dan membiarkan jeritan perempuan dan anak dibungkam. Penegakan hukum yang tegas dan terukur harus menjadi prioritas. Pelaku harus dihukum seadil-adilnya untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya tragedi serupa.
Namun, penegakan hukum saja tak cukup. Upaya pencegahan yang komprehensif harus digalakkan. Edukasi dan sosialisasi tentang bahaya kekerasan seksual harus gencar dilakukan kepada masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kita perlu membangun budaya saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Peran keluarga dan komunitas juga tak kalah penting. Orang tua perlu mengawasi anak-anak mereka dengan lebih seksama dan menjalin komunikasi yang terbuka. Orang tua juga perlu mengajarkan anak-anak mereka tentang hak-hak mereka dan bagaimana melindungi diri dari bahaya kekerasan seksual. Komunitas perlu bahu-membahu dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.
Kekerasan seksual bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sosial yang berdampak luas. Dampaknya tak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga keluarga, komunitas, dan bahkan bangsa. Trauma dan stigma yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan korban dan menghambat kemajuan masyarakat.
Kita semua harus bersatu padu untuk melawannya. Mari kita ciptakan Sumatera Barat yang aman dan bebas dari kekerasan seksual, di mana perempuan dan anak dapat hidup dengan tenang dan penuh martabat.
Bersama, kita bangun Ranah Minang yang bermartabat dan lindungi perempuan dan anak dari cengkeraman kekerasan seksual.
Oleh: Herman Syahkiki, Wakil Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumatera Barat
Rekomendasi pak, agar didirikan KPAI di Ranah Minang khususnya di Pesisir Selatan