PADANG – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhadjir Effendy, memberikan ceramah di Masjid Taqwa Muhammadiyah Sumatera Barat pada Kamis (14/3).
Dalam ceramahnya, ia menggambarkan puasa di Bulan Ramadhan sebagai sebuah praktik yang tidak hanya sebagai pembeda dengan umat terdahulu tapi sebagai melatih diri.
“Memasuki Bulan Ramadhan bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang menginspirasi,” ujar Muhadjir Effendy dengan penuh semangat.
Puasa Ramadhan, sambungnya, bukan sekadar tradisi, tetapi cahaya yang menyinari perjalanan manusia dalam pencarian makna dan kebenaran.
Dalam penjelasannya, Muhadjir Effendy menyoroti bagaimana puasa di Bulan Ramadhan memberikan kesempatan bagi umat manusia untuk mendalami makna kesabaran, pengorbanan, dan introspeksi diri.
“Ini bukan sekadar ritual, tetapi sebuah panggilan untuk merenungkan diri, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan membentuk karakter yang lebih baik,” tambahnya.
Puasa di Bulan Ramadhan, menurut Muhadjir Effendy, bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang memahami nilai-nilai moral, sosial, dan spiritual yang mewarnai kehidupan manusia.
“Saat kita berpuasa, kita merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang kurang beruntung, kita belajar untuk bersyukur, dan kita menyadari kedekatan kita dengan sesama manusia,” paparnya dengan penuh kearifan.
Selain itu, Muhadjir Effendy mengatakan, puasa Ramadhan itu dilakukan genap 1 bulan, sedangkan, dibolehkanya apa yang diharam di siang hari pada malam hari, itu merupakan rukhshah bagi umat islam.
“Jadi malam hari pada bulan Ramadhan itu sebenarnya kita masih dalam rangka puasa satu bulan, hanya saja Allah memberikan keringanan kepada kita, karena ini keringanan, jangan seenaknya pula, contoh makan berlebihan, berbuat maksiat, ini tidak boleh,” tegas Muhadjir Effendy.
Muhadjir Effendy menjelaskan, sebelumnya, ketika hendak datang perintah berpuasa selama 1 bulan di Ramadhan, sahabat meminta keringanan kepada Allah untuk menjadi 1 Minggu saja.
Hal itu kerena kondisi psikologis dan biologis masyarakat Arab pada saat itu, yang tidak bisa menahan syahwatnya terlalu lama.
“Jadi atas permintaan meraka itu, Allah menetapkan untuk tetap melaksanakan puasa selama 1 bulan, akan tetapi pada malam harinya mereka diperbolehkan makan dan menggauli istri-istri mereka,” jelas Muhadjir Effendy.
Ceramah yang disampaikan Muhadjir Effendy ini tidak hanya mengundang perenungan, tetapi juga mengajak umat untuk menghidupkan kembali semangat puasa Ramadhan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan menjalin solidaritas sosial.
“Puasa Ramadhan bukan hanya milik umat Muslim, tetapi merupakan warisan kemanusiaan yang melintasi batas agama dan budaya,” tandasnya.
Dengan pandangan yang mendalam dan penuh inspirasi, Muhadjir Effendy telah berhasil menyampaikan pesan yang menggerakkan hati dan pikiran para jamaah di Masjid Taqwa Muhammadiyah Sumatera Barat.
Puasa bukan hanya sebagai praktik ibadah, tetapi juga sebagai jalan menuju kedamaian, keberkahan, dan kesatuan umat manusia.
Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar Bakhtiar, Wakil Ketua Ki Jal Atri Tanjung (Ketua pengurus masjid), M. Rifki, Muhammad Najmi, Hendri Novigator, Yosmeri Yusuf, Zaim Rais, Marhadi Efendi, serta Pimpinan Ortom, Majelis Lembaga, dan Amal Usaha Muhammadiyah.(EN)