MenaraMu – Pemilu 2024 yang baru saja usai, menjadi pesta demokrasi terburuk sejak tahun 1999. Hal itu disebabkan berbagai pelanggaran dan praktek money politics merebak di mana-mana.
Ungkapan itu dikatakan oleh pengamat politik sekaligus peneliti Exposit Srategic Arif Susanto. Nada yang sama juga datang dari Sekretaris Umum PP Aisyiyah tanggal 23 Februari 2024 lalu. Menurut PP Aisyiyah, data itu berdasarkan hasil pemantauan tim program inklusi yang melibatkan 210 pemantau di 210 TPS, di 104 Desa, 38 Kecamatan 10 Kabupaten dan 5 Provinsi.
Lembaga pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, juga menyebut dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 “lebih parah” ketimbang pemilu sebelumnya.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pun akan segera dimulai. Praktik money politics yang di mulai dengan mahar politik, suap dan serangan fajar, diduga masih akan menjadi fenomena yang mengkhawatirkan seperti terjadi pada pilpres/pileg, dan pilkada sebelumnya. Di mana sebelum berkontestasi untuk masuk bursa calon kepada daerah, mereka harus mencari rekomendasi partai politik dengan imbalan sejumlah mahar atau calon perseorangan dengan mengumpulkan sejumlah KTP juga memerlukan “tanda terimakasih” kepada masyarakat.
Praktek money politics dalam pandangan Muhammadiyah-Aisyiyah, bukan hanya sekadar tidak etis, tetapi merupakan tindakan yang haram karena bagian dari praktek risywah (suap).
Ijtima Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-6 di Kalimantan Selatan 2018, telah memutuskan money politics hukumnya haram. Praktek money politics termasuk korupsi dan korupsi, dalam Islam hukumnya adalah haram. Alquran dengan tegas melarang untuk menggunakan dan memakan harta dengan proses dan cara atau jalan yang batil (tidak sesuai prosedur atau aturan syah yang berlaku). Seperti firman Allah berikut:
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui” (QS: Al-Baqarah: 188)
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menjelaskan, risywah hukumnya adalah haram dan korupsi sebagai bentuk risywah. Pemberian yang diberikan seseorang kepada orang lain (pejabat/penguasa) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah atau konvensi), atau membatilkan perbuatan yang hak. Pemberinya disebut rasyi, sedangkan penerimanya disebut murtasy dan penghubung/mediasi disebut ra`isy.