JAKARTA – Tata Kelola teknologi kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) global, terus dipantau Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo), Nezar Patria, dalam keterangannya terkait acara Seminar AI dan Transformasi Dunia Komunikasi, di Kantor Pusat Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (26/2) kemarin.
“Kita selalu memantau perkembangan pengaturan AI di tingkat dunia, misalnya di Amerika Presiden Joe Biden mengeluarkan Executive Order untuk pengaturan AI,” tutur Nezar Patria.
Menurut Nezar, setidaknya terdapat empat negara di dunia yang dijadikan benchmark dalam pengembangan Tata Kelola AI di Indonesia, yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Brasil.
Amerika Serikat diketahui menerapkan Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of AI pada 2023 lalu.
Sementara Uni Eropa, menerapkan pengaturan AI melalui European Union AI Act, Tiongkok memiliki Interim Measures for the Management of Generative AI Services, dan Brazil tengah menyiapkan rancangan regulasi tentang AI Bill No.2238 on the Use of AI.
“Kita sudah punya Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial (SE Etika AI) yang sifatnya soft-regulations, sebuah aturan yang legally binding tetapi cukup untuk menjadi rujukan tingkat awal bagi ekosistem pengembangan AI yang ada di Indonesia untuk bisa mengacu kepada nilai-nilai etik yang ada disana,” jelasnya.
Ia mengatakan, negara maju dan berkembang memiliki dua perspektif dalam implementasi pengembangan AI, yaitu Principle Based atau Rule Based.
Principle Based diadopsi oleh Uni Eropa, dengan tidak memerdulikan bagaimana prosesnya atau hanya mementingkan prinsip dan nilai etik yang sudah ditetapkan.
“Sementara Amerika dan China cenderung kepada Rule Based mengatur proses-prosesnya, mereka tidak begitu melihat soal apakah nanti hasil atau output dari pengembangan AI itu menuju ke arah mana,” tutur Wamen Nezar.
Nezar menegaskan, soft-regulation melalui SE Etika AI yang didukung dengan rujukan dari negara maju bisa memperkecil risiko penyalahgunaan AI.
“Seperti penggunaan Generative AI oleh masyarakat yang berpotensi menghasilkan dampak negatif lainnya seperti diskriminasi, halusinasi hingga berpotensi menyebarkan misinformasi dan disinformasi,” tutupnya. (infopublik/Ed.NI)