PADANG – RSUP dr. M. Djamil Padang meluncurkan panel deteksi cepat Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) berbasis molekuler.
Alat deteksi cepat itu adalah hasil kolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan mitra bisnis PT Crown Technologi Indonesia. Alat itu berfungsi untuk mendeteksi infeksi bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik metisilin, menjadi lebih singkat dari 3-5 hari menjadi 3-4 jam.
Selain itu, hasil deteksi juga akurat dengan tingkat akurasi 97,5 persen, sensitivitas 95 persen, dan spesifisitas 100 persen.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin melalui keterangan resminya, Sabtu (24/2) mengatakan keberadaan alat tes diagnosis cepat tersebut sangat dibutuhkan.
“Terlebih, infeksi bakteri merupakan salah satu penyebab penyakit dengan kematian terbanyak di Indonesia. Bayi kita paling banyak meninggal karena pneumonia dan diare, itu patogen juga penyebabnya. Sementara untuk orang-orang usia lanjut itu karena sepsis,” kata Menkes Budi.
Ia berharap, hadirnya alat tes berbasis molekuler tersebut akan memberikan kontribusi signifikan dalam mencegah bakteri-bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik berkembang dan menyebar luas.
Panel deteksi cepat MRSA berbasis molekuler sangat penting untuk mendeteksi bakteri-bakteri yang dicurigai telah resistensi.
Selain itu, hasil dari riset ini adalah salah satu bukti kongkrit manfaat sinergi dan kolaborasi RS dan perguruan tinggi yang terjalin dengan baik.
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah mengaku sangat senang dan bangga atas peluncuran panel deteksi cepat MRSA tersebut. Ini merupakan bagian pertama dari Serial Riset Inovasi Deteksi Cepat Resistensi Antimikroba ini.
“Kita juga mengapresiasi bahwa di dalamnya terlibat para peneliti dan ilmuwan yang merupakan putra daerah Sumatera Barat. Kami optimistis inovasi kesehatan tersebut dapat memberikan manfaat yang besar dan nyata bagi kemajuan sistem kesehatan di Sumatera Barat,” kata Mahyeldi.
Direktur Utama RSUP M. Djamil Padang Dovy Djanas menjelaskan resistensi antimikroba merupakan ancaman kesehatan global dan nasional. Bila tidak ditangani dengan tepat, dikhawatirkan bakteri yang kebal terhadap pemberian antibiotik semakin meningkat.
Resistensi Antimikroba terjadi karena penggunaan antibiotik yang berlebihan. Hal ini bisa terjadi karena penggunaan yang melebihi dosis, tidak sesuai dengan penyakitnya, atau konsumsinya yang tidak tuntas.
“Untuk itu, keberadaan alat deteksi bakteri berbasis molekuler ini sangat penting agar identifikasi bakteri dapat dilakukan sejak dini sehingga dapat membantu dokter untuk memberikan antibiotik yang sesuai dengan penyakitnya,” kata Dovy. (infopublik/Ed.NI)