Setelah perayaan Hari Raya Idulfitri, Umat Islam dalam waktu dekat juga akan merayakan Iduladha yang sekaligus juga didalamnya terdapat ritual Ibadah Haji.
Terkait dengan haji, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti berseloroh bahwa selain ada istilah haji mabrur secara teologis, juga ada istilah-istilah lain untuk menyebut orang yang berangkat haji dari sisi pembiayaan.
Pertama, kata Mu’ti, ada Haji Abidin atau haji atas biaya dinas, yaitu orang-orang yang berhasil berangkat ke Tanah Suci dengan biaya dinas atau bisa juga bonus dari institusi tempatnya bekerja.
Kedua ada Haji Mansur, atau haji yang halamannya kena gusur yang bisa jadi disebabkan oleh sebuah proyek pemerintah atau yang lainnya, kemudian si pemilik halaman itu mendapat uang ganti untung yang bisa digunakan untuk berangkat haji.
Ketiga ada Haji Wahyu, atau orang yang berangkat haji karena sawahnya payu (red; laku). Mereka adalah orang-orang yang memiliki aset berupa sawah, kemudian dijual dan uangnya digunakan untuk berangkat haji.
“Itu proses saja cara Allah memanggil saja. Tapi giliran sudah beribadah insyaallah semuanya mabrur,” ungkap Abdul Mu’ti pada (27/4) dalam Halal Bihalal yang diadakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jateng di Kendal.
Menariknya lagi, ada budaya di Indonesia di mana orang yang baru saja pulang haji berganti nama. Contohnya, Suprapto menjadi Ahmad Suprapto.
Hal ini, menurut Mu’ti, merujuk pada hadis yang menyebutkan bahwa orang yang baru saja berhaji dan hajinya mabrur bagaikan manusia yang baru lahir dan bersih dari dosa.
Menurut Abdul Mu’ti, budaya itu merujuk kepada salah satu hadis, yang menyebutkan bahwa seorang sepulang dari berhaji dan dia mabrur bagaikan manusia yang baru lahir dan bersih dari dosa. (EN/source:Muhammadiyah.or.id)