DI TENGAH percaturan politik Pilkada Serentak 2024 di Sumatra Barat, memasuki masa kampanye, beragam perilaku berpolitik terpampang lebar di tengah masyarakat. Pertarungan memperebutkan pengaruh untuk mendulang suara pemilih sebanyak-banyaknya, kadang menjadi bias disebabkan komunikasi yang dibangun.
Pada berbagai kesempatan diskusi politik bersama para tokoh sejak gong Pilkada 2024 ditabuh, sejumlah masalah komunikasi politik mulai muncul, semua itu berdampak serius pada kemampuan penggalangan suara bagi kandidat yang sedang menuju pemenangan, untuk berkuasa selama lima tahun ke depan.
Pola komunikasi politik kandidat, dipastikan memainkan peran penting dalam pemenangan pemilu. Efektivitas komunikasi ini tidak hanya menentukan bagaimana propaganda politik disampaikan kepada khalayak, tetapi juga bagaimana kandidat dipersepsikan oleh publik.
- Segmentasi Audiens dan Penyesuaian Pesan
Kandidat perlu memahami demografi dan psikografi calon pemilih yang dituju. Segmentasi ini memungkinkan penyesuaian propaganda yang lebih relevan dengan kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi berbagai kelompok masyarakat.
Misalnya, isu ekonomi kerakyatan, mengemas masalah-masalah sosial, dan lapangan kerja, mungkin lebih efektif untuk generasi muda, sementara stabilitas pembangunan daerah lebih mengena bila disampaikan kepada kelompok-kelompok lain.
- Konsistensi Program an Propaganda
Konsistensi dalam narasi propaganda yang disampaikan, sangat penting untuk membangun citra yang kuat dan mudah diingat. Kandidat yang mampu menjaga konsistensi ini, baik di media massa, media sosial, maupun dalam pidato langsung, cenderung lebih dipercaya oleh pemilih. Kontradiksi dalam pernyataan bisa merusak kredibilitas.
- Penggunaan Media Sosial
Media sosial telah menjadi alat utama dalam kampanye politik modern. Kandidat dapat memanfaatkannya untuk berkomunikasi langsung dengan pemilih, merespons isu terkini, serta menggalang dukungan.
Pola komunikasi di media sosial perlu bersifat interaktif, transparan, dan responsif, karena pengguna media sosial cenderung mengharapkan komunikasi dua arah. Kegagalan dalam mengemas media sosial, akan turut menjadi ukuran bagi keberlangsungan pencitraan bagi kandidat.
Sebagai contoh, banyaknya media sosial yang digunakan oleh tim pemenangan kandidat dalam Pilkada 2024, memberikan gambaran sejauhmana pesan kampanye dapat diserap oleh calon pemilih. Bila fanpage, halaman-kalaman media sosial kandidat tidak lagi menjadi dikunjungi atau diikuti oleh warga sebagai calon pemilih, tentunya hal itu juga akan mencitrakan kandidat yang tidak diminati.
Mengemas media sosial bukanlah persoalan ringan. Keberhasilan untuk menampilkan pencitraan yang layak dan diminati masyarakat, akan tergambar nyata di dunia maya tersebut.
- Pendekatan Emosional
Pola komunikasi yang efektif sering kali menyentuh aspek emosional pemilih. Kandidat yang mampu menyampaikan propaganda dengan empati, menggunakan citra personal atau berhubungan dengan pengalaman sehari-hari masyarakat, cenderung lebih mudah membangun ikatan emosional dengan pemilih. Ini dapat memperkuat loyalitas dan menggerakkan pemilih untuk berpartisipasi aktif.
Namun, bila self-image yang dibangun terkesan eksklusif; penuh dengan kejuamawaan dalam setiap komunikasi yang dibangun, hal ini akan berdampak serius menggerus kepercayaan masyarakat dalam menentukan pilihan. Imej tentang kandidat beserta tim pemenangan, akan terbaca dengan mudah bagi segenap lapisan masyarakat melalui pendekatan-pendekatan yang dilakukan.
- Manajemen Isu dan Krisis
Kemampuan kandidat dalam menangani isu atau krisis yang muncul selama kampanye, juga menentukan keberhasilan komunikasi politiknya. Respons yang cepat, tegas, dan transparan terhadap isu-isu sensitif dapat mencegah kerusakan reputasi yang lebih besar. Pola komunikasi yang tanggap terhadap krisis menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan ketegasan.
- Debat dan Dialog Publik
Debat dan dialog publik adalah kesempatan emas untuk menunjukkan kapasitas intelektual dan kebijakan kandidat. Pola komunikasi dalam debat, harus dirancang untuk tidak hanya memaparkan ide, tetapi juga menjawab kritik dan mempertahankan argumen dengan cara yang meyakinkan dan terukur.
- Kolaborasi dengan Media
Hubungan yang baik dengan media juga penting. Kandidat yang memiliki strategi komunikasi media yang baik, cenderung mendapatkan pemberitaan yang lebih positif dan coverage yang lebih luas. Mengadakan konferensi pers, wawancara, atau bahkan kolom opini, bisa menjadi bagian dari strategi komunikasi politik yang efektif.
- Pemanfaatan Survei dan Data
Menggunakan data survei untuk mengidentifikasi topik yang relevan dan mengukur efektivitas pesan, adalah bagian dari pola komunikasi modern. Kandidat dapat menyesuaikan strategi komunikasi berdasarkan umpan balik dari data survei, untuk memastikan pesan yang disampaikan relevan dan efektif.
Namun perlu diingat, survei yang dimaksud adalah survei yang bebas dari kepentingan, termasuk survei yang berasal dari media sosial. Hal itu, bagi sebagian orang yang mempercayai kebenaran survei melalui alat ukur yang tidak kompeten, akan berdampak pada euforia asumsi.
Ketika menang dalam survei yang menggunakan media dan alat ukur tidak kredibel, hal ini dapat memunculkan tingkat kepercayaan yang semu. Dan pada gilirannya, kata ‘menang’ hanya ada dalam hayalan.
- Humanisasi Kandidat
Membangun citra yang lebih personal dan approachable bisa membuat kandidat lebih dekat dengan pemilih. Pemanfaatan program yang ‘membumi’ atau kegiatan sosial yang benar-benar menyentuh masyarakat, dapat membuat kandidat terlihat lebih manusiawi dan relatable.
- Jangan Pernah Membuang Kawan
Satu suara pemilih, sangat berarti bagi konsep pemenangan. Terciptanya citra kandidat yang selalu dekat dengan seluruh kawan-kawannya, akan memberikan gambaran bahwa yang bersangkutan adalah sosok yang setia dan tidak sombong dalam perjalanan karir. Hal ini adalah nilai penting dalam melihat sejauhmana seorang kandidat mampu menyiasati kepemimpinan di hadapan orang-orang dekatnya.
Secara keseluruhan, pola komunikasi politik yang sukses adalah yang mampu menjembatani kandidat dengan harapan dan aspirasi pemilih, sambil tetap menjaga otentisitas dan konsistensi citra. Strategi yang dirancang dengan baik, dapat meningkatkan peluang pemenangan pemilu secara signifikan. Dan sebaliknya, sehebat apapun citra diri kandidat, dipastikan dapat runtuh karena terlalaikannya orang-orang yang siap menjadi barisan ‘sakit hati’. (*)
Penulis: Nova Indra (Pimp. P3SDM Melati, Dir. PT MenaraMu Media Group, Writer, Journalist)