JAKARTA – Pemberlakuan penggunaan BBM berstandar Euro 4 pada triwulan ketiga tahun 2028 oleh pemerintah, diminta berbagai pihak dilakukan secara bertahap.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyebut, pemberlakuan itu tidak boleh tergesa-gesa, sebab harus memperhatikan daya beli masyarakat dan kemampuan keuangan negara.
“Pemerintah perlu menyusun aturan pendistribusian dan menyiapkan infrastruktur pendukung agar rencana tersebut dapat berjalan secara adil. Sehingga tidak memberatkan masyarakat kurang mampu,” papar Mulyanto kepada wartawan, Selasa (13/8/2024).
Jadi, sambungnya, tidak perlu memaksakan diri menuntaskan aturan pelaksanaan kebijakan strategis itu, harus selesai di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Karena banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan aturan BBM Euro 4 tersebut.
Dijelaskannya, regulasi yang mendesak, yakni pembatasan distribusi BBM tepat sasaran yang berkeadilan saja masih belum berjalan sesuai rencana. Kenapa harus tergesa-gesa menjalankan regulasi Euro 4?
Menurutnya, penggunaan Euro 4 sebagai BBM bersubsidi harus dianalisis secara seksama, baik terkait dengan daya beli masyarakat, dan kemampuan ekonomi negara.
Pasalnya, Politisi Fraksi PKS ini menilai, saat ini APBN (anggaran pendapatan belanja Negara) kita masih tertekan pembayaran bunga dan cicilan utang, pengeluaran wajib (mandatory spending), program dadakan IKN, dan lain-lain.
Dengan kata lain, sebut Mulyanto, ruang fiskal kita masih sangat terbatas di tengah defisit neraca perdagangan yang ada. Begitu pula daya beli masyarakat pasca pandemi Covid-19, masih terasa lemah.
Meski demikian, Mulyanto mengakui sejatinya tujuan program ini dalam jangka panjang cukup baik. Karenanya, pelaksanaannya harus dipikirkan secara matang, agar mendapat respon positif dari masyarakat. Bukan malah memunculkan keresahan baru di masyarakat.
Pemerintah harus bersikap adil dalam penyusunan peraturan penggunaan bensin ramah lingkungan ini. Agar pendistibusian benar-benar tepat sasaran.
Hari ini saja, masih ditemukan fakta, dimana kelas menengah dengan kendaraan mewah, masih menggunakan BBM bersubsidi. Jadi secara voluntary biarlah produk seperti ini sementara digunakan oleh kelas menengah ke atas sebagai BBM nonsubsidi, agar tidak memberatkan rakyat dan menekan keuangan Negara.
“Semakin tinggi standar Euro, maka semakin eco-friendly. Namun semakin ramah lingkungan, maka akan semakin mahal. Kalau masyarakat ditanya mau pilih mana, BBM bersih atau BBM murah? Maka jawabnya sangat tergantung pada kelas ekonomi,”jelasnya.
Ia menambahkan, kalau kelas menengah ke atas dengan pendapatan, pengetahuan lingkungan, dan pemilikan kendaraan yang bagus, dapat dipahami mudah menerima standar Euro yang tinggi.
“Tapi bagi masyarakat kecil, umumnya tidak memikirkan kualitas BBM yang digunakan. Mereka lebih mempertimbangkan harga yang terjangkau,” pungkasnya.(dpr)