PADANG – Komitmen pemberantasan korupsi di negeri ini, menjadi sesuatu yang penting dalam berjalannya pemerintahan dan kekuasaan. Tidak ada istilah tutup mata terhadap perilaku korup.
Salah satu komitmen itu ditunjukkan oleh seorang tokoh nasional, Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum. Busyro adalah mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di masanya. Seorang tokoh Muhammadiyah; kini menjabat Ketua PP Muhammadiyah, memiliki komitmen yang patut diteladani oleh segenap masyarakat terhadap pemberantasan korupsi.
Pria yang lahir tahun 1952 itu, dikenal aktif dalam memperjuangkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Bahkan, dengan kegigihannya tersebut, ia pun dianugerahi Bintang Mahaputra oleh Presiden Joko Widodo di tahun 2015.
Namun, penghargaan tertinggi yang diberikan oleh presiden ketika itu, baginya bukanlah sebuah nilai penting.
“Saya tidak hadir di istana [ketika itu], karena menurut pendapat saya, apalah arti sebuah penghargaan, saat kita masih meragukan komitmen dan kejujuran dalam pemberantasan korupsi di negeri ini,” sebut Busro menceritakan alasan ketidakhadirannya tahun 2015 ke istana.
Hal itu disampaikan Busyro Muqoddas ketika berbincang dengan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhamamdiyah (PWM) Sumatra Barat, Ki Jal Atri Tanjung, S.Pd, SH., MH yang juga Komisaris PT MenaraMu Media Group, Senin (19/8).
“Itu di tahun 2015. Saya melihat kriteria pemerintah tentang itu tidak tepat dan tidak teliti pada aspek moralitas atau integritasnya, sehingga lebih menonjol formalismenya,” sebutnya lagi.
Busro menceritakan, “Sejak tahun 2014, komitmen dan arah presiden Jokowi sudah mulai diragukan kejujuran substansi konsep dan langkah-langkahnya. Saya termasuk yang meragukannya.”
Secara pribadi, sambungnya, bintang apapun dari pemerintah, bukanlah menjadi tujuannya dalam pengabdian penegakan hukum dan keadilan, terutama di sektor pemberantasan korupsi.
“Apalagi saat itu, korupsi bukan saja sebagai kejahatan politik riil, tetapi juga sudah menjadi ‘bulldozer politik’ yang meluluhlantakkan HAM Rakyat, demokrasi, kemanusiaan dan peradaban bangsa, serta ketahanan moral dan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Ia melanjutkan, “Sikap konkrit saya tidak hadir di istana. Padahal saat itu saya sedang berada di Jakarta. Hal itu semata karena pertimbangan suara nurani dan keraguan berat atas kejujuran dalam memberantas korupsi.”
Dan kini, imbuhnya, semakin terbukti. Bahkan terang-terangan memelopori kebangkitan kembali nepotisme menjadi dinasti nepotisme politik. “Demokrasi menjadi sekarat, masyarakat sipil dilumpuhkan martabatnya, sehingga rakyat terampas hak asasinya untuk memperoleh pemimpin yang jujur,cerdas penuh teladan,” tegas Busyro.
Menyikapi komitmen dan keteguhan seorang Busyro Muqoddas itu, Ki Jal Atri Tanjung memberikan apresiasi atas nama Muhammadiyah Sumbar.
“Pak BM adalah Ketua PP Muhammadiyah yang telah memberikan Keteladanan kepada Pimpinan Persyarikatan supaya bersikap, berkata dan berbuat jujur selaku pimpinan,” sebut Ki Jal.
Ia menyampaikan, tidak setiap kita bisa mendapatkannya penghargaan itu. “Inna lillahi wa innailaihi rajiun, semua ada dari Allah dan kembali padaNya, termasuk kemuliaan atau sebaliknya di dunia. Sikap Buya BM, patut dihargai, dihormati dan dimaknai sebagai prinsip jati diri dalam perjuangan,” kata Ki Jal.
Ki Jal menyampaikan, semoga ada pembelajaran penting bagi generasi ke depan tentang arti berkata yang benar, jujur dan adil dalam setiap jabatan publik. (ni)