Jakarta — Pemerintah menegaskan komitmennya untuk membawa Indonesia tidak hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai aktor aktif dalam pengembangan kecerdasan artifisial (AI) di tingkat global. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, dalam acara 2025 Indonesia Strategic Engagement Workshop Series yang digelar oleh US-ASEAN Business Council di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta.
“Kami ingin Indonesia memiliki peran nyata dalam membentuk masa depan digital dunia. Bukan sekadar mengadopsi teknologi, tetapi ikut menciptakan dan mengembangkan,” tegas Nezar di hadapan peserta forum.
Ia menambahkan, dengan jumlah penduduk yang mencapai 280 juta jiwa—sekitar 40 persen dari total populasi ASEAN—Indonesia memiliki posisi strategis dalam mendorong transformasi digital kawasan. Tak hanya dari sisi demografis, kontribusi ekonomi digital Indonesia juga signifikan. Mengutip laporan McKinsey, Nezar menyebutkan bahwa dari proyeksi ekonomi digital ASEAN yang mencapai USD 1 triliun pada 2030, sekitar USD 366 miliar di antaranya diperkirakan berasal dari Indonesia.
Perkembangan infrastruktur digital di Tanah Air turut mendukung ambisi ini. Tingkat penetrasi internet nasional kini telah menyentuh angka 80 persen, mengalami lonjakan tajam dibanding lima tahun lalu. Di sisi jaringan, 97 persen wilayah permukiman telah terjangkau layanan 4G, dan pemerintah kini mulai fokus pada pengembangan jaringan 5G.
“Namun tantangan tetap ada, terutama dalam pemerataan infrastruktur dan peningkatan kapasitas teknologi. Oleh karena itu, kami fokus pada pembangunan infrastruktur yang kuat, tata kelola digital yang berkelanjutan, serta menciptakan ruang digital yang inklusif dan terpercaya,” jelasnya.
Indonesia juga mencatat kemajuan signifikan dalam penyiapan strategi nasional AI dengan merampungkan dokumen Readiness Assessment Methodology for AI (RAM-AI)—menjadikannya negara pertama di ASEAN yang menyelesaikan asesmen ini. Nezar mengungkapkan bahwa dokumen ini bahkan dijadikan acuan oleh negara lain, seperti Malaysia, dalam menilai kesiapan AI mereka.
Dalam hal regulasi dan etika, pemerintah mengusung pendekatan yang adaptif dan mendukung inovasi, namun tetap mewaspadai potensi ancaman AI seperti penyebaran disinformasi dan fenomena deepfake. Nezar menekankan bahwa penyalahgunaan AI dapat mempengaruhi opini publik bahkan keputusan politik, seperti yang terjadi dalam konflik antara Iran dan Israel.
“Ancaman seperti deepfake tidak hanya membingungkan masyarakat umum, tapi juga bisa menipu pembuat kebijakan dan media,” ujarnya mengingatkan.
Nezar berharap forum ini menjadi platform penting untuk merumuskan regulasi yang relevan, membangun kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri, serta membuka ruang diskusi untuk isu-isu yang selama ini belum memiliki wadah formal.
Turut mendampingi Wamenkomdigi dalam acara tersebut adalah Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kemkomdigi, Edwin Hidayat Abdullah. (Source: Infopablik.id)