Padang — Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat, Ki Jal Atri Tanjung, mengkritik keras keterlambatan pemerintah dalam merekrut kepala sekolah. Ia menilai hal ini merupakan bukti bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang dipimpin oleh Nadiem Makarim selama satu dekade terakhir, tidak memiliki perencanaan yang matang dalam pengembangan sumber daya manusia pendidikan.
“Keterlambatan dalam merekrut kepala sekolah ini sangat disayangkan. Ini menunjukkan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, kementerian tidak memiliki roadmap yang jelas dalam menyiapkan calon pemimpin pendidikan,” tegas Ki Jal Atri dalam keterangannya di Padang, Senin (23/6/2025).
Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah yang dipersiapkan secara terencana merupakan kunci suksesnya mutu layanan pendidikan di tanah air. Tanpa kepala sekolah yang kompeten dan siap memimpin, kualitas pendidikan tidak akan bergerak maju secara signifikan.
Lebih lanjut, Ki Jal Atri menjelaskan bahwa kepala sekolah harus mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang melahirkan manusia produktif. “Yaitu manusia yang ikhlas menerima dirinya, peka terhadap zamannya, mampu berkarya, dan menguasai metode kerja dalam berbagai bidang,” ujarnya.
Ia menegaskan, peran kepala sekolah sangat vital, bukan hanya sebagai administrator, tetapi sebagai agen perubahan di lingkungan pendidikan. Maka dari itu, proses rekrutmen kepala sekolah harus dilakukan dengan sistematis dan terencana, tidak asal tunjuk atau menunggu kekosongan.
“Kita perlu kepala sekolah yang visioner, bukan sekadar mengisi jabatan kosong. Harus ada kaderisasi yang jelas, pelatihan yang memadai, dan seleksi yang transparan,” kata Ki Jal Atri.
Ia pun mengimbau agar pemerintah pusat maupun daerah segera mengevaluasi sistem rekrutmen kepala sekolah dan membuat kebijakan yang berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh.
“Kalau pemerintah serius mau tingkatkan mutu pendidikan, maka yang pertama dibenahi adalah kepemimpinan di sekolah. Jangan hanya bicara kurikulum dan digitalisasi, tapi abaikan siapa yang akan mengeksekusinya di lapangan,” pungkasnya.