Di MINANGKABAU, mamak adalah sosok sentral dalam struktur adat yang bertumpu pada garis keturunan ibu. Seorang laki-laki yang telah dewasa, akil balig, atau berkeluarga secara otomatis memikul tanggung jawab sebagai mamak dalam kaumnya.
Peran ini bukan sekadar status, melainkan amanah besar untuk menjadi pembimbing, pengayom, dan pemimpin bagi anak kemenakannya.
Namun, di era globalisasi, marwah mamak kian memudar. Filosofi adat yang diwariskan turun-temurun, “kamanakan saparentah mamak, anak saparentah ayah jo induak, samantaro kaum saparentah datuak atau panghulu,” kini tidak lagi teguh dijalankan.
Di berbagai kaum, peran mamak sering kali hanya dirasakan ketika terjadi masalah besar, seperti konflik keluarga atau prosesi adat yang membutuhkan kehadirannya. Selebihnya, dalam keseharian, keberadaan mamak kian terabaikan.
Dulu, mamak memiliki wibawa besar yang dihormati oleh anak kemenakan. Hingga era 1990-an, misalnya, seorang kemenakan akan sungkan memasuki warung jika mendapati mamaknya ada di sana. Hubungan penuh rasa hormat ini kini berubah drastis.
Kemenakan dan mamak sekarang bisa duduk sejajar di meja permainan tanpa lagi batasan. Bahkan, teguran mamak yang dulu dianggap wajar, kini sering kali dibalas kemarahan orang tua kemenakan.
Padahal, peran mamak tetap sangat dibutuhkan dalam kegiatan adat, seperti bulan mamak, duduak mamak, dan prosesi penting lainnya, termasuk persiapan pernikahan anak kemenakan. Ironisnya, mamak hanya dianggap penting dalam urusan-urusan berat, sementara peran pengasuhan dan pembinaan karakter kian terpinggirkan.
Generasi yang saat ini berusia 40 tahun ke atas masih merasakan bagaimana besarnya peran mamak dalam membentuk karakter. Dulu, orang tua kerap mengandalkan mamak untuk menegur anak-anak mereka yang nakal, dengan ungkapan seperti, “biarlah mamak nan maaja lai.”
Namun, di masa kini, peran mamak yang mengayomi seperti itu semakin jarang terlihat, sehingga kenakalan remaja, kebiasaan buruk, dan degradasi moral semakin sulit dibendung.
Mengembalikan marwah mamak di tengah arus globalisasi bukanlah tugas mudah, tetapi sangat mungkin dilakukan. Kolaborasi antara orang tua, mamak, niniak mamak, dan pemerintah menjadi kunci penting untuk mengatasi persoalan ini.
Generasi muda yang kini masih bersekolah suatu saat akan menjadi mamak dan bahkan niniak mamak. Jika peran dan nilai mamak tidak direvitalisasi, bagaimana mereka mampu menjalankan amanah besar itu di masa depan?
Yon Baiki, S.Pd.I., M.Ag, Dt. Tan Molie
(Aktivis Muhammadiyah Pesisir Selatan)