Sumatera Barat – Pilkada sebagai salah satu wujud demokrasi lokal perlu terus diarahkan ke jalur yang lebih transparan, adil, dan bermartabat.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat, Ki Jal Atri Tanjung, menekankan pentingnya menciptakan budaya demokrasi yang sehat sesuai dengan nilai-nilai syari’at dan Pancasila.
Hal ini disampaikannya dalam wawancara dengan Menaramu.id, Senin (25/11/2024).
“Semua anak bangsa memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi di daerah. Namun, proses ini harus dilakukan secara elegan, sportif, dan sesuai dengan bingkai demokrasi yang berdasarkan Pancasila, peraturan perundang-undangan, norma hukum, dan norma agama,” ujar Ki Jal.
Ia juga menyoroti bahaya “serangan fajar” dan praktik politik uang yang mencederai integritas demokrasi. Menurutnya, terdapat empat bentuk utama korupsi dalam Pilkada yang sering terjadi.
Beli suara (vote buying), beli kandidat (candidacy buying), manipulasi pendanaan kampanye, dan manipulasi administratif serta perolehan suara (administrative electoral corruption).
“Serangan fajar adalah salah satu bentuk vote buying yang secara nyata menghancurkan fondasi demokrasi. Ketika masyarakat tergiur dengan uang, mereka tidak lagi memilih berdasarkan kualitas atau visi kandidat, tetapi karena iming-iming materi,” jelasnya.
Ki Jal mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersikap kritis terhadap praktik politik uang.
“Kesadaran masyarakat menjadi kunci utama untuk membangun demokrasi yang sehat. Jangan tergiur dengan uang sesaat yang justru akan merugikan kita dalam jangka panjang,” tambahnya.
Sebagai bagian dari Muhammadiyah, Ki Jal juga menegaskan pentingnya nilai-nilai agama dalam berpolitik. Ia berharap agar Pilkada 2024 bisa menjadi momentum perbaikan budaya demokrasi di Indonesia.
“Demokrasi kita harus bermartabat, tidak hanya dalam konteks hukum, tetapi juga dalam konteks moral dan spiritual. Dengan begitu, hasil Pilkada benar-benar mencerminkan kehendak rakyat yang diridai Allah SWT,” tutupnya.