Jakarta – Kasus pelecehan seksual terhadap anak di Panti Asuhan Darussalam An’Nu, Tangerang, Banten, kembali menggemparkan publik. Ketua Yayasan Panti Asuhan, Sudirman (49), bersama dua pengasuh, Yusuf Bahtiar (30) dan Yandi Supriyadi (28), ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pencabulan terhadap delapan anak asuh, lima di antaranya masih di bawah umur. Saat ini, Sudirman dan Yusuf telah ditangkap, sementara Yandi masih dalam pengejaran polisi.
Anggota DPR RI, Selly Andriany Gantina, menekankan pentingnya perbaikan regulasi dan pengawasan pemerintah terhadap yayasan panti asuhan. Menurutnya, peristiwa ini mengungkap kelemahan sistem yang memungkinkan kekerasan terhadap anak terjadi di institusi yang seharusnya menjadi tempat perlindungan.
“Kasus ini bukan hanya bentuk pelecehan terhadap hak anak, tetapi juga menunjukkan kelemahan serius dalam regulasi dan pengawasan panti asuhan serta lembaga yang menampung anak-anak,” ujar Selly dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Jumat (11/10/2024).
Panti asuhan yang terletak di Kunciran tersebut kini telah disegel oleh pemerintah, dan para korban dipindahkan ke Rumah Perlindungan Sosial (RPS). Namun, Selly meminta agar langkah-langkah hukum secara administratif juga dijalankan dengan tegas, termasuk menindak yayasan yang tidak memenuhi syarat.
Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan dan Regulasi
Selly mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa setiap yayasan panti asuhan memiliki izin operasional yang valid serta pengasuh yang kompeten. Ia juga menyoroti pentingnya tes psikologi dan sertifikasi bagi pengasuh, untuk memastikan keamanan anak-anak di bawah asuhan mereka.
“Lemahnya mekanisme verifikasi dan minimnya pengawasan secara berkala membuat panti asuhan rentan menjadi tempat eksploitasi dan pelanggaran hak anak. Sanksi tegas berupa penutupan operasional harus diberlakukan terhadap lembaga yang melanggar,” tegas politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Selly juga meminta pemerintah untuk secara rutin melakukan pengecekan latar belakang pendiri dan pengelola panti asuhan, memastikan bahwa mereka tidak memiliki catatan kriminal, terutama yang terkait dengan kekerasan atau pelecehan anak.
Mengenai kasus ini, Selly mendukung penuh langkah kepolisian yang menjerat para pelaku dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Menurutnya, UU TPKS memberikan landasan hukum kuat tidak hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga memungkinkan proses hukum terhadap lembaga yang terlibat.
“Saya mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan pelaku mendapatkan hukuman maksimal, termasuk pemberatan hukuman bagi predator seksual ini. Dengan UU TPKS, lembaga yang terlibat juga bisa diproses secara legal, bahkan aset mereka bisa disita,” kata Selly.
Selly menambahkan, langkah ini harus menjadi peringatan bagi seluruh panti asuhan di Indonesia untuk memperketat pengawasan internal dan memastikan kesejahteraan serta keselamatan anak-anak yang mereka tampung. Pemerintah juga diimbau untuk memperbaiki regulasi dan sistem pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat bekerja sama dalam menjaga hak-hak anak dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap mereka, demi menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa. (source:dpr.go.id)