PADANG – Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), sebanyak 37,7% masyarakat Indonesia sering merasa takut untuk berbicara soal politik, sementara 12,9% lainnya selalu merasa takut. Secara keseluruhan, setengah lebih dari responden atau sekitar 50,6% merasa tidak nyaman mengungkapkan pendapat mereka terkait isu politik.
Data ini menunjukkan peningkatan ketakutan masyarakat dibandingkan survei SMRC pada 2014, di mana hanya 22% responden yang merasa sering atau selalu takut.
Menanggapi hal ini, Ki Jal Atri Tanjung, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, mengajak masyarakat untuk tidak takut bersuara.
Menurutnya, masyarakat memiliki kewajiban moral untuk terlibat dalam pembicaraan mengenai politik, demokrasi, dan permasalahan kehidupan bermasyarakat.
“Jika kita tidak berani bersuara, kehidupan bangsa di masa depan bisa memburuk,” ujarnya.
Ki Jal Atri mengimbau agar masyarakat meningkatkan daya kritis, komitmen kebangsaan, dan peran aktif dalam memperbaiki kondisi politik di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa perbaikan dalam dunia politik harus dimulai dengan keberanian publik untuk bersikap kritis terhadap perilaku para pelaku politik yang kerap kali merugikan rakyat.
Menurutnya, salah satu strategi efektif untuk memperbaiki kondisi politik adalah dengan menumbuhkan budaya kritis dan keberanian dalam membicarakan persoalan politik.
“Politik adalah aspek yang strategis dalam menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu, masyarakat tidak boleh takut berbicara mengenai politik,” tegas Ki Jal Atri.
Ia berharap agar masyarakat membangun budaya politik yang sehat, di mana kebebasan untuk berpendapat dapat membantu menciptakan lingkungan politik yang lebih baik.
Dalam konteks ini, peningkatan partisipasi masyarakat dalam politik tidak hanya dapat memperkuat demokrasi tetapi juga membawa perubahan positif bagi kehidupan bangsa.
Dengan adanya kesadaran kolektif untuk terlibat dalam diskusi politik, diharapkan kondisi perpolitikan Indonesia akan semakin matang dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak.
Saya teringat pesan Ali Karamallahu wahjahu: “Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena diamnya orang-orang baik”.
Maka dari itu kita bersama Muhammadiyah harus berani keluar dari zona nyaman politik pasif/partisipatif. Sebagai ormas Islam didukung 30% penduduk sebagai waega persyarikatan ditambah sebanyak itu pula sebagai simpatisan maka Muhammadiyah adalah raksasa, tapi raksasa yang masih tertidur, atau mungkin singa yang berkamuflase sebagai kucing. Sudah saatnya Muhammadiyah melepaskan mantel kucing yang terlalu lama digunakan untuk mencari aman. Sudah waktunya sang singa menampilkan jati dirinya. Suksesi kepemimpinan bangsa ini 5 atau 10 yad harus berasa ditangan Muhammadiyah. Kalau kita masih ragu, tentu kita tidak akan berhenti meratapi negri ini fi obok-obok oleh para pecundang dan petualang politik kepentingan diri/dinasti.
Wallahu a’lam.
Saya teringat pesan Ali bin Abi Thalib, Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena diamnya orang-orang baik.