Tindakan para santri yang berlomba-lomba mengurus jenazah kiai mereka, mulai dari mengkafani, menyalati, hingga menguburkan, sering dianggap sebagai bentuk penghormatan yang sangat tinggi. Di beberapa kalangan, muncul keyakinan bahwa dengan berbuat demikian, santri bisa mendapatkan “karamah” atau keberkahan khusus dari sang kiai.
Namun, apakah ada tuntunan agama yang mendasari hal ini? Bagaimana pandangan Islam mengenai hal tersebut?
Secara umum, tindakan berbuat baik kepada seseorang yang telah meninggal, terutama seorang guru yang selama hidupnya membimbing para murid, adalah perbuatan yang sangat dianjurkan dalam agama. Mengurus jenazah, baik dalam hal mengkafani, menyalati, hingga menguburkan, termasuk amal kebaikan yang mendatangkan pahala.
Namun, perlu dicatat bahwa segala bentuk perbuatan ini harus dilandasi dengan niat yang benar. Jika tindakan tersebut dilakukan dengan keyakinan untuk mendapatkan “karamah” atau kelebihan spiritual dari sang kiai, maka hal tersebut tidak didasarkan pada ajaran yang benar.
Islam melarang segala bentuk pengkultusan terhadap seseorang, termasuk terhadap seorang ulama atau kiai. Bahkan Rasulullah Muhammad SAW, sebagai sosok yang paling mulia, melarang sahabat-sahabatnya berdiri untuk menyambut beliau, menunjukkan bahwa penghormatan yang berlebihan, apalagi pengkultusan, tidak dibenarkan dalam Islam.
Niat adalah inti dari setiap amalan, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Nabi SAW: “Semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Hadis ini menjadi landasan bahwa segala amal kebaikan yang kita lakukan harus dilandasi oleh niat yang lurus dan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Dalam hal ini, jika niat santri mengurus jenazah kiai bertujuan mendapatkan karamah, maka niat tersebut salah, dan mungkin tidak mendapatkan pahala dari Allah Swt.
Selain itu, kaidah fikih menyatakan: “Segala urusan tergantung kepada maksud atau niatnya.” Artinya, niat yang melandasi suatu perbuatan sangat menentukan apakah perbuatan tersebut diterima sebagai ibadah yang benar atau tidak. Mengkultuskan seorang tokoh, baik dalam kehidupan maupun setelah wafatnya, bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid dalam Islam, yang menekankan bahwa hanya Allah SWT yang layak diibadahi dan dimintai pertolongan.
Dengan demikian, perbuatan santri yang mengurus jenazah kiai mereka adalah perbuatan baik dan mulia jika didasarkan pada niat untuk menjalankan ajaran agama. Namun, jika perbuatan tersebut didasari keyakinan untuk mendapatkan “karamah” dari sang kiai, maka niatnya perlu diperbaiki. Pengkultusan tokoh, termasuk seorang kiai, tidak memiliki dasar yang kokoh dalam Islam.