PADANG – Pilkada Serentak 2024 turut menjadi sorotan Muhammadiyah dalam pergulirannya. Bahkan, sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di negeri ini, Muhammadiyah tidak lagi tertutup secara komunikasi dalam hal politik praktis.
Dukung mendukung pun telah pula menjadi domain persyarikatan dalam Pilkada kali ini. Dengan istilah rekomendasi pasangan calon, Muhammadiyah muncul sebagai kekuatan yang diperhitungkan oleh pasangan calon peserta Pilkada.
“Satu sisi ini adalah bentuk independensi Muhammadiyah yang patut kita apresiasi. Bila selama ini Muhammadiyah hanya bersifat menunggu, kini lebih terkesan mau ikut ‘bermain’ dalam suksesi kepemimpinan daerah,” demikian sebut Aliardi, salah seorang kader Muhammadiyah yang menetap di Tanah Datar ketika berbincang dengan redaksi MenaraMu, Senin (23/9) pagi.
Mengenai persoalan Muhammadiyah akan menerbitkan rekomendasi bagi pasangan calon peserta Pilkada 2024, Aliardi menyikapi, Muhammadiyah perlu berpikir dengan matang.
“Kata kuncinya adalah, dengan menerbitkan rekomendasi tersebut, Muhammadiyah harus mengawalinya dengan konsep jangan merugikan eksistensi Muhammadiyah sebagai organisasi pencerah,” sebut alumni sekolah kader Muhammadiyah itu.
Kini, lanjutnya, ada Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) di Muhammadiyah. Lemabag ini tentunya diharapkan tidak menjadi perpanjangan tangan pasangan calon atau tempat ‘bermainnya’ para peserta Pilkada.
“LHKP jangan terkesan sebagai lembaga yang hanya sebagai pengemas jualan peserta Pilkada. Karena lembaga ini mewakili Muhammadiyah dalam menilai sesiapa yang pantas jadi pimpinan tertinggi masyarakat di sebuah daerah dalam tata pemerintahan,” sambung Aliardi yang juga alah seorang peneliti di lembaga Luhak nan Tuo Institute itu.
Lebih jauh Aliardi menyampaikan, di tengah hiruk pikuk politik daerah saat ini, keberadaan Muhammadiyah sebagai salah satu elemen penting masyarakat pasti dibutuhkan oleh banyak pihak.
“Jangan hanya karena di tubuh unsur pimpinan Muhammadiyah ada person-person yang menjadi pendukung salah satu paslon, maka tanpa berpikir panjang rekomendasi diberikan seolah tiada kajian mendalam,” tegasnya.
Ia mengibaratkan, perlunya Muhammadiyah melalui LHKP itu, memiliki ‘pisau bedah’ yang benar-benar objektif dalam menentukan paslon mana yang akan diberikan rekomendasi.
“Rekomendasi tersebut nantinya akan menjadi acuan oleh warga Muhammadiyah di masing-masing daerah, jangan nanti malah jadi polemik sebagai akibat dari ketidakdalaman kajian sebeleum menentukan siapa yang akan direkomendasi,” sambung Aliardi.
Kepentingan-kepentingan personal, imbuhnya, jangan dijadikan alat untuk mengintervensi cara berpikir Muhammadiyah dalam menjaga independensinya di Pilkada 2024 ini.
“Hanya dengan mengira-ngira data orang, indikator irisan paslon dengan Muhammadiyah, dan omunikasi yang lancar dengan persyarikatan, sudah dijadikan sebagai alat ukur untuk menurunkan rekomendasi. Ini salah kaprah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan,” jelasnya.
Ia memahami, ini bukan kerja kerja ringan dalam Muhammadiyah. Menurutnya, hasil rekomendasi dapat memunculkan faksi-faksi di tubuh Muhammadiyah itu sendiri.
“Dapat pula menimbulkan friksi dalam kebersamaan umat, Munculnya stunting moral dan akhlak, dan bertebarannya kedustaan politik. Dan akibatnya, pembodohan akan terjadi,” katanya.
Ia menekankan, apapun keputusan Muhammadiyah, perlu kembali pada Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH).
“Konsep politik adiluhung Muhammadiyah itu sudah jelas dalam MKCH, Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia. Itu menjadi kunci gerakan, termasuk persoalan merekomendasi pasangan calon Pilkada. Kalau Muhammadiyah lengah, akan berefek pada kepercayaan umat,” pungkasnya. (*)