SURABAYA – Program Merdeka Belajar yang jadi unggulan Kemdibudristek. Salah satunya adalah dengan seleksi Guru Penggerak, yang diharapkan menjadi pionir dalam peningkatan prestasi akademik murid.
Walaupun disambut positif, Komisi X DPR RI menilai bahwa pemerintah hanya fokus melakukan pemberdayaan kepada guru penggerak dan tidak mengindahkan guru nonpenggerak.
“Hanya guru penggerak yang didanai, yang diberi pelatihan, yang diberi seminar, diedukasi dilatih. Justru yang di bawah ini (guru nonpenggerak) diapain? Jumlah yang segitu banyak itu diapain? Ini harus menjadi perhatian. Ini yang harus dapat sentuhan karena jumlahnya banyak,” jelas Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki di Surabaya, Senin lalu.
Selain berdampak tidak meratanya pemberdayaan guru, Guru Penggerak juga masih dibayangi masalah lain yang harus segera diselesaikan, yakni tolok ukur keberhasilan program yang masih belum jelas.
Menurut penuturan Zainuddin Maliki, tolok ukur keberhasilan guru penggerak hanya didasarkan pada jumlah pelatihan yang diikuti oleh guru. Sedangkan idealnya, tolok ukur harus dilihat dari segi siswa yang menerima materi yang dihasilkan dari guru penggerak.
Selaras dengan yang disampaikan Zainuddin Maliki, Anggota Komisi X DPR RI Anita Jacoba Gah pun menilai fenomena ini bisa menyebabkan adanya diskriminasi kepada guru nonpenggerak.
Ia meminta agar pemerintah bisa membuka program yang bisa diikuti oleh seluruh guru di Indonesia agar mereka tetap diberdayakan.
“Yang menjadi perhatian, bagaimana dengan guru-guru yang tidak masuk dalam guru penggerak begitu lho, nanti akhirnya semacam terjadi diskriminasi ya. Kenapa sih pemerintah enggak ciptakan suatu program di mana semua guru bisa berkreasi, bisa berinovasi. Begitulah kalau memang kita mau lihat Indonesia maju ke depan ya kan, artinya harusnya jangan (dibatasi) guru-guru yang khusus,” tambah Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.(dpr)