LONDON – Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan, pengunjuk rasa yang melakukan kekerasan dengan menargetkan komunitas Muslim, akan segera menghadapi “hukuman penuh”.
“Apa pun motivasinya, ini bukan protes, ini kekerasan murni dan kami tidak akan menoleransi serangan terhadap masjid atau komunitas Muslim kami,” kata Starmer pada hari Senin kemarin setelah pertemuan darurat dengan kepala polisi dan penjara.
“Hukum penuh akan dijatuhkan kepada semua orang yang diidentifikasi telah mengambil bagian,” sebutnya.
Sementara itu dari data kepolisian Inggris, mereka telah menangkap 378 orang sejak dimulainya kerusuhan. Dan bagi mereka yang terbukti bersalah atas kekacauan yang disertai kekerasan, dipastikan akan mendapat hukuman yang cukup lama.
Menteri Dalam Negeri Yvette Cooper mengatakan, para perusuh merasa berani untuk mengobarkan kebencian rasial. Ia menyebut, protes itu bukan respons yang proporsional terhadap kekhawatiran tentang tingkat imigrasi yang mendekati rekor.
“Orang-orang yang berakal sehat, tidak mengambil batu dan melemparkannya ke polisi,” katanya.
Protes dengan kekerasan yang sebagian besar melibatkan ratusan orang itu, terus berlanjut di seluruh wilayah Inggris. Toko-toko dijarah dan masjid serta bisnis milik orang Asia diserang. Mobil-mobil dibakar dan beberapa video yang tidak terverifikasi di media sosial menunjukkan kelompok etnis minoritas dipukuli.
Pada Senin malam, protes menyebar ke Plymouth di Inggris barat daya. Beberapa ratus pengunjuk rasa anti-imigrasi yang mengenakan bendera Inggris, berhadapan dengan lebih banyak pengunjuk rasa tandingan. Polisi dengan perlengkapan anti huru hara berupaya memisahkan kedua kelompok itu.
Sebelumnya di Rotherham, Inggris utara, pengunjuk rasa pada hari Minggu mencoba masuk ke sebuah hotel yang menampung para pencari suaka.
Kekerasan meletus Selasa lalu setelah unggahan media sosial mengatakan tersangka penyerang di Southport adalah seorang Islamis radikal yang baru saja tiba di Inggris dan dikenal oleh badan intelijen.
Polisi mengatakan tersangka berusia 17 tahun itu lahir di Inggris dan mereka tidak menganggapnya sebagai insiden teroris. Orang tua tersangka pindah ke Inggris dari Rwanda. (reuters)