JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina mengkritik aturan tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Arzeti menerangkan, data dari WHO pada tahun 2021 menunjukkan remaja yang melakukan hubungan seksual di usia dini menghadapi risiko komplikasi dan kematian yang lebih tinggi akibat kehamilan.
Penggunaan alat kontrasepsi, menurut Arzeti, juga tidak menjamin akan mencegah terjadinya kehamilan dan berbagai penyakit.
“Melihat dampak kesehatan yang akan diterima remaja, Pemerintah seharusnya lebih bisa menimbang dampak dari aturan yang dikeluarkan. Apakah lebih banyak dampak positifnya daripada negatifnya?” ucap Legislator dari Dapil Jawa Timur I itu, Selasa (6/8).
Arzeti menilai masalah kesehatan reproduksi menjadi isu tambahan yang mungkin saja terjadi akibat implementasi aturan itu.
Sebab aturan dan penyediaan alat kontrasepsi saja tidak cukup untuk mengatasi tantangan kesehatan reproduksi remaja, tapi perlu banyak faktor lain lagi yang harus dilakukan.
“Untuk memastikan efektivitas kebijakan ini, harus ada pendekatan yang holistik dan komprehensif yang mencakup pendidikan seksual yang berkualitas, konseling, dan dukungan emosional,” sebut Politisi Fraksi PKB ini.
Anggota Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan ini juga mengingatkan bahwa anak usia remaja belum memiliki stabilitas emosional yang baik sehingga perlu adanya pendampingan dan edukasi mengenai alat kontrasepsi. Arzeti khawatir akses alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja dapat disalahgunakan.
“Belum lagi dampak sosial yang akan terjadi. Orang tua anak-anak pasti juga akan sulit menerima kebijakan ini karena seolah-olah melegalkan hubungan seksual bagi remaja,” sebutnya. (dpr)