MenaraMu.id – Tapak Suci Putera Muhammadiyah, kini telah genap berusi 61 tahun. Tanggal 31 Juli 1963, menjadi tonggak sejarah berdirinya organisasi beladiri asli Indonesia tersebut.
Kehadiran Tapak Suci, sebagai sebuah aliran beladiri pencak silat, perguruan, dan organisasi yang merupakan anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), termasuk dalam 10 perguruan historis IPSI. Dari Tahun ke tahun, pertumbuhan organisasi beladiri ini, semakin pesat di bawah kepemimpinan Pendekar Utama Afnan Hadikusumo.
Dalam penelusuran dokumen penelitian yang dilakukan oleh Alifka Atmo Ridho B pada 2023, perkembangan pesat yang dialami oleh Tapak Suci tidak bisa dilepaskan dari identitas yang melekat pada Tapak Suci itu sendiri sebagai ortom Muhammadiyah.
Pada penelitian itu, disebutkan, tahun 2013 Tapak Suci sudah tersebar di 35 provinsi di Indonesia, serta memiliki 4 perwakilan di empat negara khususnya di Eropa, Belanda, Singapura, dan Kairo. Satu dekade berikutnya, Tapak Suci berkembang sangat dinamis. Afnan Hadikusumo selaku Ketua PP Tapak Suci menyebut, Tapak Suci kini sudah tersebar di 22 negara, dan memiliki anggota kurang lebih 3 juta jiwa.
Sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa. Sebagai bagian dari lini perjuangan Muhammadiyah, Tapak Suci telah mampu menyemarakkan dakwah melalui aktivitas beladiri pencak silat. Seperti dipahami secara umum, pencak silat adalah kekayaan tak benda Indonesia, sebuah akar budaya yang tak lepas dari sejarah masa lalu negeri ini. Dan Tapak Suci, menjadi bagian tak terpisahkan dari itu semua.
Memahami beladiri pencak silat sebagai sebuah medan dakwah, merupakan kajian yang selaras dengan pemahaman yang ada pada jenis beladiri silat. Pencak sebagai bagian dari pewarnaan beladiri, diisi dengan silat yang sebenarnya adalah wadah penempaan kepribadian. Lengkap sudah, Tapak Suci memiliki keduanya, yang dipadukan dalam pembelajaran terstruktur dan berjenjang.
Warna pencak yang ada di Tapak Suci, memiliki kesamaan secara nasional. Persamaan gerak jurus, pemahaman aliran, dan cara membelajarkan siswa, adalah satu kesatuan yang melekat dalam ketapaksucian.Sementara itu warna silat dalam Tapak Suci, sepenuhnya dipengaruhi oleh local content yang ada di wilayah-wilayah Nusantara.
Kekinian, Tapak Suci yang telah kaya anggota, di usia yang tak lagi muda ini, pantas melakukan introspeksi secara terbuka. Hal itu sekaitan dengan keberadaan Tapak Suci yang merupakan organisasi otonom (ortom) dalam naungan Persyarikatan Muhammadiyah.
Sejauh mana Tapak Suci telah mencetak Siswa dan Kader yang berkarakter sebagai pelanjut dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah? Sejauh mana pula Kemuhammadiyah telah mengakar dalam masing-masing pribadi elemen-elemen Tapak Suci?
Dua pertanyaan di atas tentunya akan membuka hati dan mata kita bersama. Sebagai bagian dari gerakan dakwah Islam melalui Muhammadiyah, Tapak Suci perlu mengedepankan gerakan yang bukan hanya persoalan untuk mendidik keterampilan olahragawi, namun juga pada kompetensi karakter yang sesuai dengan matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah itu sendiri.
Sementara dari sisi Muhammadiyah, sejauh mana telah membaurkan kajian-kajian Kemuhammadiyahan dalam Ketapaksucian? Hal ini tentu perlu disikapi secara bersama. Agar kelak, lahir para pebelajar silat yang tidak mengedepankan prestasi di atas matras tanding, namun lebih menitikberatkan pada terbinanya keteguhan iman, memperkuat ibadah, dan meningkatkan akhlak mulia sesuai ajaran Islam.
Kita kembalikan kajian dasar Ketapaksucian pada motto Tapak Suci, dengan iman dan akhlak saya menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak saya menjadi lemah. Kiranya, di usia 61 tahun ini, kita semua lebih mawas diri untuk terus menjaga Tapak Suci agar tumbuh dan berkembang sebagai organisasi beladiri pencak silat yang lebih dewasa, menuju cita-cita mulia memelihara kemurnian pencak silat sesuai dengan ajaran Islam, menjaga agar tidak menyimpang dari nilai-nilai luhur dan moral bangsa1. (*)
Penulis: Nova Indra (Wartawan, Kader Utama Tapak Suci)