PADANG – Bencana datang silih berganti di wilayah Sumatera Barat. Erupsi gunung Marapi sejak 3 Desember 2023 silam, meninggalkan duka mendalam. Dua puluh empat nyawa melayang begitu saja, dan banjir lahar dingin pun menjadi hantu baru bagi warga di kaki gunung tersebut.
Banjir lahar dingin Marapi, telah beberapa kali melanda. Terakhir, Sabtu (11/5) lalu, sejumlah daerah menjadi luluhlantak oleh bencana turunan erupsi gunung yang termasuk paling aktif tersebut. Korban berjatuhan, puluhan kematian, orang hilang yang masih dalam pencarian, dan dampak perekonomian warga yang lumpuh akibat terisolasi, menjadi pemandangan sehari-hari di daerah terdampak dan terimbas.
Kemudian, selain bencana turunan Marapi, telah menanti pula bencana gempa di wilayah ini. Diketahui, Pulau Sumatera dilalui Patahan Semangko yang dikenal sangat mematikan. Menurut data, patahan ini adalah patahan paling aktif secara seismik dan terpanjang di Indonesia (1.900 km), membentang dari provinsi Aceh hingga Lampung. Patahan ini menjadi ancaman besar bagi penduduk Sumatra (terutama wilayah pesisir bagian selatan), dengan ancaman gempa bumi yang sangat tinggi.
Sungguh, kondisi ini adalah sesuatu yang amat mengerikan. Bila terjadi gempa bumi dengan magnitude yang cukup besar, diyakini daerah yang dilalui patahan tersebut, akan terdampak sangat parah. Korban jiwa akan kembali berjatuhan, jiwa-jiwa yang seharusnya terlindungi akan pergi sia-sia tanpa tahu harus berbuat apa.
Muhammadiyah, sebagai organisasi terbesar di Sumatera Barat, tentunya memiliki tanggungjawab besar pula dalam hal mitigasi kebencanaan ini. Sebagai pengayom umat, Muhammadiyah Sumatera Barat perlu mempersiapkan diri sedini mungkin untuk mengantisipasi segala kemungkinan bencana yang dapat saja tiba-tiba menimpa masyarakat.
Dua hari lalu, berbincang bersama Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar, saudara Dr. Bakhtiar, MA, di salah satu hotel di Padang Panjang, diskusi terkait mitigasi kebencanaan menjadi topik hangat. Melihat dampak yang dihadirkan bencana banjir lahar dingin Marapi lebih sepekan lalu, seharusnya menjadi alarm bagi Muhammadiyah Sumbar untuk serius membahas topik kebencanaan, terutama perihal mitigasi dan pengayoman warga.
Menurut Bakhtiar dalam diskusi bersama penulis, kehadiran Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) diyakini telah sangat membantu warga, terutama jejaring Muhammadiyah di Sumbar yang terdampak bencana. Namun, di balik semua itu, kajian-kajian mendalam untuk antisipasi kebencanaan ke depan, perlu pula dilakukan sesegera mungkin.
Kehadiran MDMC sebagai lembaga unsur pembantu pimpinan (UPP) di Muhammadiyah, sejak berdiri memang telah berkutat dengan urusan bantuan dan penangan bencana. Tidak dapat pula dipungkiri, sebagai milik Muhammadiyah, pengembangan kompetensi pun perlu dilakukan.
Pemetaan wilayah berpotensi tinggi terhadap kebencanaan, membanguan kemampuan atau kesadaran masyarakat terhadap peluang terjadinya bencana, menjadi salah satu program yang harus dilakukan. Untuk itu, Muhammadiyah perlu ‘duduk semeja’ dengan berbagai elemen yang ada. Membangun sinergi agar dapat menjalankan fungsi-fungsi pengayoman masyarakat.
Diskusi bersama Ketua PWM Sumbar itu, kemudian mengerucut pada kondisi yang ada di Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) wilayah terdampak bencana. Kesiapan PDM, pun menjadi sorotan. Tidak cukup hanya dengan mendirikan MDMC, lalu tugas pengayoman umat di bidang kebencanaan dianggap telah selesai. Perlu upaya keras bagi unsur pimpinan Muhammadiyah di daerah untuk melakukan penanganan dini sebelum bencana terjadi.
Kita memang tidak ingin ada lagi bencana yang merenggut kemapanan tatanan sosial masyarakat. Namun karena kondisi alam yang berubah dengan sendirinya, atau bahkan karena ulah tangan-tangan kita, kebencanaan akan terus membayangi, menjadi momok menakutkan sehingga kita harus waspada dengan segala tindakan antisipasi. (*)
Penulis: Nova Indra (Direktur lembaga Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – P3SDM – Melati, Direktur PT MenaraMu Media Group, Journalist, Writer)