MenaraMu – Dalam hitungan jam, insya Allah kita akan meninggalkan bulan Sya’ban dan memulai puasa Ramadhan. Agar puasa kita lebih bermakna dan berkemajuan, maka saya mencoba menghadirkan tulisan ini.
Semua ritual atau ibadah dalam Islam, bertujuan untuk membentuk manusia berakhlakul karimah atau bermoral. Shalat misalnya, untuk membentuk manusia bersih lahir batin dan terbenteng dari perbuatan keji dan munkar. Zakat juga untuk mensucikan manusia dan hartanya dari sifat rakus, loba, tamak dan hubuddunia.
Puasa mengantarkan manusia menjadi muttaqin; yang mampu mengendalikan nafsu makan-minum, nafsu seks, egois dan nafsu kebinatangan. Haji dan umrah untuk mengantarkan manusia dekat dengan Allah dan melepaskan diri dari atribut-atribut atau topeng-topeng kehidupan dunia, yang membelenggu mereka sehingga terpenjara dari ingat dan hadir di dapan Allah yang Suci.
Sejatinya, bagi manusia yang telah shalat, puasa, zakat, haji dan umrah dapat menjadi insan kamil, menjadi uswatun hasanah dan motor yang menggerakKan perubahan dan kebajikan semesta, bukan sebaliknya menjadi hijbussaitan (pasukan/tantara setan).
Pertanyaannya, kenapa manusia Muslim yang telah sekian lama menunaikan ritual/ibadah dalam Islam masih berprilaku hijbussaitan (penggerak atau pelaku perbutan keji dan munkar)? Boleh jadi, mereka belum memahami dan mengaktualisasikan secara kaffah makna ritual/ibadah dalam Islam. Dengan kata lain, belum memahami makna eksoteris dan esoteris ibadah dalam Islam. Mungkin baru sebatas pengguguran kewajiban atau tujuan lainnya secara terselubung.
Makanya sudah shalat tapi dicap celaka (fawaylullil mushallin), sudah puasa tapi hanya baru menahan haus dan lapar, sudah zakat, infaq dan shadaqah tetapi dilemparkan nanti ke neraka. “Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.” Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka”. (HR. Muslim).
Ada yang berhaji hanya untuk wisata, bisnis dan pamer (“Suatu masa akan datang di mana orang kaya di zaman itu berhaji untuk tamasya, kelompok menengahnya berhaji untuk berbisnis, kebanyakan mereka berhaji untuk riya’ dan sum’ah, dan orang-orang fakirnya berhaji untuk mengemis,” (HR Al-Khatib). Makanya kita belum bisa menjadi penguasa atau penentu dalam kehidupan public terutama dalam masalah politik dan ekonomi di dunia ini (Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan Kebajikan di antara kamu, bahwa Allah pasti, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, QS. Nuh: 55).